Header Ads

ads header

Apakah Lebih Baik Ditakuti Daripada Dicintai atau Sebaliknya?

Sumber: https://buletin.muslim.or.id
SEBUAH REVIEW BUKU
Review buku Sang Penguasa ini saya publikasikan di blog ini dalam rangka menambah cakrawala wawasan kita terkait politik dan pemerintahan. Sebagai pelajar, sudah seyogyanya kita sadari bersama akan pentingnya pengetahuan politik, agar kita bisa lebih jelas memotret fenomena politik yang terjadi saat ini. 

Anti ilmu pengetahuan politik dan pemerintahan tidaklah seharusnya tertanam dalam diri seorang pelajar. Karena hal tersebut hanya akan membuat kita sebagai pelajar semakin merugi, khususnya rugi wawasan atau ilmu pengetahuan. Dan hal itu (anti ilmu pengetahuan politik dan pemerintahan) juga bertolak-belakang dengan salah satu semboyan kita bersama, yaitu belajar.

Sebelum saya lanjut, mungkin rekan-rekanita agak kecewa karena isi tulisan ini tidak sesuai dengan ekspektasi dan tidak sesuai dengad judul. Namun, akan saya jawab bahwa sebenarnya judul di atas adalah salah satu poin yang dibahas dalam buku ini, yaitu dalam bab 17 buku Sang Penguasa, Machiavelli memperbincangkan apakah seorang Penguasa itu lebih baik dibenci atau dicintai.

Pendapat Machiavelli: "Jawabannya ialah seorang pemimpin selayaknya bisa ditakuti dan dicintai sekaligus. Tetapi, jika tidak mampu mendapatkan keduanya, lebih baik ditakuti daripada dicintai. Sebabnya, cinta itu diikat oleh kewajiban yang membuat seseorang mementingkan dirinya sendiri, dan ikatan itu akan putus apabila berhadapan dengan kepentingannya. Tetapi, ketakutan didorong oleh kecemasan dijatuhi hukuman..."

Karena rasa takut sungguh cocok dengan tidak adanya rasa benci. Seandainya memang ada alasan untuk menghukum seseorang, ini harus dilakukan hanya kalau ada pembenaran yang wajar dan alasan jelas untuk melakukan hal tersebut. Tetapi lebih-lebih raja harus menjauhkan diri dari harta milik orang lain, karena orang lebih mudah melupakan kematian leluhurnya daripada kehilangan warisan leluhurnya. 

Memang selalu ada alasan untuk merampas harta seseorang, tetapi seorang raja yang mulai hidup dengan merampok selalu ingin berusaha merebut harta milik orang lain. Sebaliknya, alasan untuk menghukum seseorang lebih sulit ditemukan dan alasan-alasan itupun tidak mudah mendapat dukungan.

Lanjut ke bahasan utama, yaitu tentang review buku ini, buku Sang Penguasa ini adalah karya Niccolo Machiavelli yang ia tulis pada tahun 1512 dan selesai tahun 1519. Judul aslinya adalah Il Principe dengan bahasa Italia. Di Indonesia, buku Il Principe ini telah diterbitkan lebih dari dua penerbit, dengan gaya bahasa penerjemah yang berbeda-beda pula. Secara subjektif, penulis lebih cocok dengan terjemahan Woekirsari yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama dari pada yang lain. Sebab, bahasanya mudah dimengerti dan nampak terang-terangan dalam membahsakan kalimat jahat/licik.


Sampul Buku Sang Penguasa
Buku Machiavelli tersebut berisi 26 bab. Secara umum, isi setiap bab memaparkan tentang fakta sejarah yang terjadi pada masa itu. Machiavelli dengan begitu apik menuliskan analisisnya yang tajam tentang dinamika politik dan tata cara diplomasi di negara-negara besar di Eropa, dan diorientasikan untuk memberi informasi mengenai cara merebut kekuasaan dan mempertahan-kannya.

Dalam terjemahan Woekirsari, secara berurutan bab-bab tersebut diterjemahkan sebagai berikut: (1) berbagai macam kerajaan dan cara menegakkannya; (2) kerajaan warisan; (3) kerajaan gabungan; (4) mengapa kerajaan Darius yang ditaklukkan Alexander tidak memberontak terhadap penggantinya setelah kematiannya.

Kemudian (5) bagaimana kota atau kerajaan yang menjalankan hukum mereka sendiri harus diperintah sesudah ditaklukkan; (6) wilayah-wilayah baru yang direbut dengan kekuatan senjata dan kemampuan sendiri; (7) wilayah-wilayah baru yang direbut karena nasib mujur atau karena bantuan pasukan asing; (8) mereka yang berkuasa dengan jalan kekejaman; (9) kekuasaan konstitusional; (10) bagaimana mengukur kekuatan negara.

Selanjutnya (11) negara gereja; (12) organisasi militer dan pasukan tentara bayaran; (13) pasukan bantuan, pasukan gabungan, dan pasukan rakyat; (14) kewajiban raja terhadap angkatan perang; (15) hal-hal yang dapat menyebabkan seseorang, atau khususnya para raja, terpuji atau terkutuk; (16) kemurahan hati dan penghematan; (17) sikap kejam dan penuh belas kasih; dan apakah lebih baik ditakuti daripada dicintai atau sebaliknya; (18) bagaimana raja harus setia memegang janji; (19) bagaimana menghindari aib dan kebencian; (20) apakah benteng perlindungan dan banyak hal lain yang kerap kali dibangun raja berguna atau merugikan.

Setelah itu (21) bagaimana seorang raja harus bertindak untuk tatap disegani rakyat; (22) para menteri raja; (23) para penjilat harua disingkirkan; (24) mengapa raja-raja Italia kehilangan negara mereka; (25) sejauh mana keberuntungan menguasai hidup manusia, dan bagaimana melawan keberuntungan tersebut; dan yang terakhir (26) saran untuk membebaskan Italia dari bangsa Barbar.

Pada bab-bab awal, Machiavelli menjelaskan mengenai banyak hal tentang jenis-jenis kerajaan. Mechiavelli menganggap bahwa konsep dasar tentang kerajaan harus dipahami terlebih dahulu sebalum membahas politik antar kerajaan. Manarikknya, Machiavelli hingga bisa menganalisis kemungkinan-kemungkinan yang bisa dilakukan untuk menguasai berbagai jenis kerajaan tersebut.

Kemudian, bab 4 sampai 14 menjelaskan secara gamblang tentang pasukan yang efektif untuk merebut kekuasaan dan membertahankan kekuasaan yang telah dimiliki raja. Konsep Pasukan Rakyat lahir dari sini. Betapa seorang Machiavelli dapat menggambarkan seberapa besarnya Pasukan Rakyat daripada Pasukan Gabungan atau yang lainnya. Machiavelli juga kembali membaca kemungkinan-kemungkinan yang terjadi jika raja menggunakan Pasukan Bantuan, Pasukan Gabungan, dan Pasukan Rakyat.

Sikap kepemimpinan raja juga tidak luput dari pandangan Machiavelli. Pada bab-bab akhir, Machiavelli seperti mendekte raja-raja untuk mempertegas sikapnya, baik terhadap rakyat maupun menteri dan angkatan perang. Teori-teori Machiavelli tidak hanya sekedar teori belaka, ia juga memberikan contoh nyata berupa cerita tentang  raja-raja berkaitan dengan teorinya (raja yang dipelajari Machiavelli), misalnya Paus Julius II, Cesare Borgio, Cyrus, Alexander, Achilles, dlsb.

Hingga kemudian dipenghujung tulisannya, ia memaparkan panjang lebar tentang "keberuntungan". Sebagai filsuf, ia sangat piawai melihat konsep "keberuntungan" dengan sangat bersih. Akhirnya, ia menemukan bagaimana cara untuk melawan keberuntungan, jika keberuntungan digunakan oleh lawan untuk berperang.

Membaca buku Machiavelli ini, kita akan sadar bahwa sebenarnya aliran machiavellianisme ini telah diterapkan juga di Nusantara. Namun, bangsa Indonesia tidak lebih dahulu menuliskannya. Dan jika kita menggunakan kacamata buku ini untuk melihat berbagai tokoh elit bangsa ini, maka kita akan dengan gamblang mengetahui "betapa cerdiknya" mereka semua. 

Identitas Buku:
Judul : Sang Penguasa
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Penulis : Niccolo Machiavelli
Alih Bahasa : C. Woekirsari
Tahun Terbit: 1987
ISBN : 979-403-233-6
Jumlah halaman : 185 hlm
Download buku pdfnya di SINI

Kunjungi juga: https://www.mediaipnu.or.id



Penulis: 

Waka. Pengembangan Organisasi dan Kaderisasi PAC IPNU Kecamatan Ngronggot Masa Khidmat 2014-2016

No comments

Powered by Blogger.